NAMA :
ANIS SYAFITRI
KELAS :
4EA17
NPM :
10211916
TUGAS KE- : 4 / ETIKA BISNIS #
ABSTRAK
ANIS
SYAFITRI, 10211916.
MORALITAS KORUPTOR
Penulisan.
Jurnal, Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata Kunci
: Moralitas Koruptor.
Korupsi adalah masalah yang tidak pernah
berakhir dan cenderung meningkat bersamaan dengan dinamika masyarakat. Dalam
prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas,
oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Persoalan
korupsi di Negara Indonesia terbilang kronis, bukan hanya membudaya tetapi
sudah membudidaya. Penyebab terjadinya korupsi juga dikarenakan moral yang
tidak baik serta hukum yang kurang tegas bagi para koruptor sehingga para
koruptor bias leluasa terus menerus melakukan korupsi. Korupsi juga dapat
memberikan dampak yang tidak baik pada bidang bisnis, karena adanya oknum-oknum
yang meminta uang lebih ataupun pungutan liar, yang tidak bertanggung jawab ini
akan membebankan perusahaan seperti
adanya biaya tinggi sehingga hal tersebut berpengaruh pula pada harga dari
sebuah produk barang atau jasa yang dihasilkan.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Korupsi
menimbulkan banyak dampak negatif dalam kelangsungan hidup kita. Salah satunya
adalah dampak ekonomi atau materi. Permasalahan korupsi
yang melanda negeri Indonesia bagaikan sebuah penyakit yang tidak akan pernah
sembuh. Berbagai fakta dan kenyataan yang diungkapkan oleh media seolah-olah
merepresentasikan jati diri bangsa yang dapat dilihat dari budaya korupsi yang
telah menjadi hal yang biasa bagi semua kalangan, mulai dari bawah hingga kaum
elite. Tindak pidana korupsi di Indonesia hingga saat ini masih menjadi salah
satu penyebab terpuruknya sistem perekonomian bangsa. Hal ini disebabkan karena
korupsi di Indonesia terjadi secara sistemik dan meluas sehingga bukan saja
merugikan kondisi keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial
dan ekonomi masyarakat secara luas. Dalam bidang bisnis pun, pelaku bisnis atau
si pemilik bisnis dan para karyawannya adalah dua elemen penting untuk
menentukan kemajuan bisnis tersebut. Bila salah satu dari mereka tidak dapat
bekerjasama dengan baik secara jujur, dan malah hanya menguntungkan diri
sendiri, maka perkembanganpun tidak akan ada.
Saat ini, banyak sekali manusia yang
dengan sadar ataupun tidak, mengambil keuntungan dengan cara yang tidak baik.
Korupsi, itulah kata-kata yang marak disebutkan. Para koruptor tersebut seolah
mengenyampingkan moral mereka entah sebagai pejabat public ataupun pelaku
bisnis. Mereka seolah lupa akan perbuatan mereka yang sangat merugikan orang
lain dan bahkan masyarakat banyak.
1.2 Rumusan dan
Batasan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah
1. Bagaimana korupsi bisa terjadi ?
2. Bagaimana dampaknya terhadap
sebuah kegiatan bisnis ?
3. Siapa yang bertanggung jawab
akan adanya korupsi dan cara memberantasnya ?
1.2.2 Batasan Masalah
Batasan masalah penelitian ini penulis
membatasi ruang lingkup pembahasan hanya pada moralitas koruptor.
1.3 Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan ini adalah:
1.
Untuk mengetahui mengapa korupsi bisa
terjadi.
2.
Untuk mengetahui dampak korupsi terhadap sebuah kegiatan
bisnis.
3.
Untuk mengetahui siapa yang bertanggung
jawab akan adanya korupsi dan cara memberantas korupsi.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Definisi Moralitas
Moralitas adalah
kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar
atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup tentang baik-buruknya perbuatan
manusia. (W.Poespoprojo, 1998: 18)
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, dijelaskan bahwa moralitas adalah sopan santun, segala
sesuatu yang berhubungan dengan etiket atau adat sopan santun.
Moralitas
(dari "cara, karakter, perilaku yang tepat" moralitas Latin) adalah
rasa melakukan perilaku yang membedakan niat, keputusan, dan tindakan antara
mereka yang baik (atau kanan) dan buruk (atau salah). Kode moral merupakan
sistem moralitas (misalnya, sesuai dengan filsafat tertentu, agama, budaya,
dll) dan moral adalah setiap praktek satu atau mengajar dalam kode moral.
Imoralitas adalah oposisi aktif untuk moralitas, sementara amoralitas yang
beragam didefinisikan sebagai ketidaksadaran, ketidakpedulian terhadap, atau
tidak percaya dalam setiap set standar moral atau prinsip. Menurut Oxford
Dictionary Inggris, moral kata pertama kali digunakan oleh Paus Gregorius Agung
dalam Moralitas karyanya dalam Kitab Ayub . Etika, di sisi lain, tradisional
dibagi ke sekolah-sekolah Aristoteles, Kant dan utilitarian. Etika kata tidak
pertama kali digunakan sampai sekitar tahun 1400-an. Dengan demikian, kita
dapat mengkategorikan moral sebagai kode perilaku yang berasal dari beberapa
sumber wahyu ilahi, sedangkan etika berasal dari hukum manusia atau sosial atau
kustom.
Moralitas
memiliki dua makna utama:
- Dalam
"deskriptif" arti, moralitas mengacu pada nilai-nilai pribadi atau
budaya, kode etik atau adat-istiadat sosial yang membedakan antara benar dan
salah dalam masyarakat manusia. Menggambarkan moralitas dalam cara ini tidak
membuat klaim tentang apa yang secara objektif benar atau salah, tetapi hanya
mengacu pada apa yang dianggap benar atau salah oleh seorang individu atau
sekelompok orang (seperti agama). Rasa istilah ini ditangani oleh etika
deskriptif.
- Dalam arti
yang "normatif", moralitas merujuk langsung ke apa yang benar dan
salah, terlepas dari apa yang individu-individu tertentu berpikir. Hal ini
dapat didefinisikan sebagai perilaku orang yang ideal "moral" dalam
situasi tertentu. Ini penggunaan istilah itu dicirikan oleh
"definitif" pernyataan seperti "Orang itu adalah bertanggung
jawab secara moral" daripada pernyataan deskriptif seperti "Banyak
orang percaya orang yang bertanggung jawab secara moral." Ide-ide
dieksplorasi dalam etika normatif. Rasa normatif moralitas sering ditantang
oleh nihilisme moral (yang menolak keberadaan dari setiap kebenaran moral)dan
didukung oleh realisme moral (yang mendukung keberadaan kebenaran moral).
Etika (juga
dikenal sebagai filsafat moral) adalah cabang filsafat yang membahas pertanyaan
tentang moralitas. 'Etika' adalah "umum digunakan bergantian dengan
'moralitas' berarti subjek penelitian ini, dan kadang-kadang digunakan lebih
sempit berarti prinsip-prinsip moral, kelompok individu tradisi tertentu,
atau." Demikian juga , jenis tertentu dari teori-teori etika, etika
terutama deontologis, terkadang membedakan antara 'etika' dan 'moral': "Meskipun
moralitas orang dan etika mereka jumlah untuk hal yang sama, ada penggunaan
yang membatasi moralitas untuk sistem seperti yang dari Kant, didasarkan pada
gagasan seperti tugas, kewajiban, dan prinsip-prinsip perilaku, sisakan etika
untuk pendekatan yang lebih Aristotelian untuk penalaran praktis, didasarkan
pada gagasan suatu kebajikan, dan umumnya menghindari pemisahan
"moral" pertimbangan dari pertimbangan praktis lainnya.
2.2 Definisi Korupsi
Korupsi
berasal dari kata latin Corrumpere, Corruptio, atau Corruptus. Arti harfiah
dari kata tersebut adalah penyimpangan dari kesucian (Profanity), tindakan tak
bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran atau kecurangan.
Dengan demikian korupsi memiliki konotasi adanya tindakan-tindakan hina, fitnah
atau hal-hal buruk lainnya. Bahasa Eropa Barat kemudian mengadopsi kata ini
dengan sedikit modifikasi; Inggris : Corrupt, Corruption; Perancis : Corruption; Belanda : Korruptie. Dan akhirnya dari bahasa Belanda
terdapat penyesuaian ke istilah Indonesia menjadi : Korupsi.
Kumorotomo
(1992 : 175), berpendapat bahwa “korupsi adalah penyelewengan tanggung jawab
kepada masyarakat, dan secara faktual korupsi dapat berbentuk penggelapan,
kecurangan atau manipulasi”. Lebih lanjut Kumorotomo mengemukakan bahwa korupsi
mempunyai karakteristik sebagai kejahatan yang tidak mengandung kekerasan
(non-violence) dengan melibatkan unsur-unsur tipu muslihat (guile),
ketidakjujuran (deceit) dan penyembunyian suatu kenyataan (concealment).
Selain
pengertian di atas, terdapat pula istilah-istilah yang lebih merujuk kepada modus
operandi tindakan korupsi. Istilah penyogokan (graft), merujuk kepada pemberian
hadiah atau upeti untuk maksud mempengaruhi keputusan orang lain. Pemerasan
(extortion), yang diartikan sebagai permintaan setengah memaksa atas
hadiah-hadiah tersebut dalam pelaksanaan tugas-tugas Negara. Kecuali itu, ada
istilah penggelapan (fraud), untuk menunjuk kepada tindakan pejabat yang
menggunakan dana publik yang mereka urus untuk kepentingan diri sendiri
sehingga harga yang harus dibayar oleh masyarakat menjadi lebih mahal.
Dengan
demikian, korupsi merupakan tindakan yang merugikan dalam bidang apapun baik
secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan ditinjau dari berbagai aspek
normatif, korupsi merupakan suatu penyimpangan atau pelanggaran. Di mana norma
soisal, norma hukum maupun norma etika pada umumnya secara tegas menganggap
korupsi sebagai tindakan yang buruk.
2.1.1 Jenis – Jenis Korupsi
Menurut UU.
No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada tiga puluh
jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun secara
ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:
1. Kerugian
keuntungan Negara
2.
Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)
3.
Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan
curang
6. Benturan
kepentingan dalam pengadaan
7.
Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).
Selanjutnya Alatas dkk (Kumorotomo,
1992 : 192-193), mengemukakan ada tujuh jenis korupsi, yaitu :
1. Korupsi transaktif (transactive
corruption)
Jenis korupsi ini disebabkan oleh
adanya kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi
keuntungan kedua belah pihak dan secara aktif mereka mengusahakan keuntungan
tersebut.
2. Korupsi yang memeras (extortive
corruption)
Pemerasan adalah korupsi di mana pihak
pemberi dipaksa menyerahkan uang suap untuk mencegah kerugian yang sedang
mengancam dirinya, kepentingannya atau sesuatu yang berharga baginya.
3. Korupsi defensif (defensive
corruption)
Orang yang bertindak menyeleweng
karena jika tidak dilakukannya, urusan akan terhambat atau terhenti (perilaku
korban korupsi dengan pemerasan, jadi korupsinya dalam rangka mempertahankan
diri).
4. Korupsi investif (investive
corruption)
Pemberian barang atau jasa tanpa
memperoleh keuntungan tertentu, selain keuntungan yang masih dalam angan-angan
atau yang dibayangkan akan diperoleh di masa mendatang.
5. Korupsi perkerabatan atau
nepotisme (nepotistic corruption)
Jenis korupsi ini meliputi
penunjukan secara tidak sah terhadap Sanak-Saudara atau teman dekat untuk menduduki
jabatan dalam pemerintahan. Imbalan yang bertentangan dengan norma dan
peraturan itu mungkin dapat berupa uang, fasilitas khusus dan sebagainya.
6. Korupsi otogenik (autogenic
corruption)
Bentuk korupsi yang tidak melibatkan
orang lain dan pelakunya hanya satu orang saja.
7. Korupsi dukungan (supportive
corruption)
Korupsi yang dilakukan untuk
melindungi atau memperkuat korupsi yang sudah ada maupun yang akan
dilaksanakan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode
Penelitian
Metode
penelitian ini menacari informasi dari berbagai sumber untuk menjawab rumusan
dan tujuan masalah. Untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan teknik
pengumpulan data seperti studi kepustakaan (Library
Research), yaitu pengumpulan data dan pencarian informasi dilakukan dengan
menelaah buku, kajian ilmiah, internet dan sumber-sember lainnya.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Penyebab Terjadinya Korupsi
Korupsi
dapat terjadi karena beberapa factor yang mempengaruhi pelaku korupsi itu
sendiri atau yang biasa kita sebut koruptor. Adapun sebab-sebabnya, antara
lain:
1. Klasik
a. Ketiadaan dan kelemahan pemimpin.
Ketidakmampuan pemimpin untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya,
merupakan peluang bawahan melakukan korupsi. Pemimpin yang bodoh tidak mungkin
mampu melakukan kontrol manajemen lembaganya.kelemahan pemimpin ini juga
termasuk ke leader shipan, artinya, seorang pemimpin yang tidak memiliki
karisma, akan mudah dipermainkan anak buahnya. Leadership dibutuhkan untuk
menumbuhkan rasa takut,ewuh poakewuhdi kalangan staf untuk melakukan
penyimpangan.
b. Kelemahan pengajaran dan etika.
Hal ini terkait dengan system pendidikan dan substansi pengajaran yang
diberikan. Pola pengajaran etika dan moral lebih ditekankan pada pemahaman
teoritis, tanpa disertai dengan bentuk-bentuk pengimplementasiannya.
c. Kolonialisme dan penjajahan.
Penjajah telah menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang tergantung, lebih
memilih pasrah daripadaberusaha dan senantiasa menempatkan diri sebagai
bawahan. Sementara, dalam pengembangan usaha, mereka lebih cenderung berlindung
di balik kekuasaan (penjajah) dengan melakukan kolusidan nepotisme. Sifat dan
kepribadian inilah yang menyebabkan munculnya kecenderungan sebagian orang
melakukan korupsi.
d. Rendahnya pendidikan. Masalah ini
sering pula sebagai penyebab timbulnya korupsi. Minimnya ketrampilan, skill,
dan kemampuan membuka peluang usaha adalah wujud rendahnya pendidikan. Dengan
berbagai keterbatasan itulah mereka berupaya mencsri peluang dengan menggunakan
kedudukannya untuk memperoleh keuntungan yangbesar. Yang dimaksud rendahnya
pendidikan di sini adalah komitmen terhadap pendidikan yang dimiliki. Karena
pada kenyataannya koruptor rata-rata memiliki tingkat pendidikan
yang memadai,kemampuan, dan skill.
e. Kemiskinan. Keinginan yang
berlebihan tanpa disertai instropeksi diriatas kemampuan dan modal yang
dimiliki mengantarkan seseorang cenderung melakukan apa saja yang dapat
mengangkat derajatnya.Atas keinginannya yang berlebihan ini, orang akan
menggunakan kesempatan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya.
f. Tidak adanya hukuman yang keras,
seperti hukuman mati, seumur hidup atau di buang ke Pulau Nusa kambangan.
Hukuman seperti itulah yang diperlukan untuk menuntaskan tindak korupsi.
g. Kelangkaan lingkungan yang subur
untuk perilaku korupsi.
2. Modern
a. Rendahnya Sumber Daya Manusia. Penyebab
korupsi yang tergolong modern itu sebagai akibat rendahnya sumber daya manusia.
Kelemahan SDM ada empat komponen, sebagai berikut:
-
Bagian kepala, yakni menyangkut kemampuan seseorang
menguasai permasalahan yang berkaitan dengan sains dan knowledge.
-
Bagian hati, menyangkut komitmen moral masing-masing
komponen bangsa, baik dirinya maupun untuk kepentingan bangsa dan negara,
kepentingan dunia usaha, dan kepentingan seluruh umat manusia.komitmen
mengandung tanggung jawab untuk melakukan sesuatu hanya yang terbaik dan
menguntungkan semua pihak.
-
Aspek skill atau keterampilan, yakni kemampuan
seseorang dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
-
Fisik atau kesehatan. Ini menyangkut kemanpuan seseorang
mengemban tanggung jawab yang diberikan. Betapa pun memiliki kemampuan dan
komitmen tinggi, tetapi bila tidak ditunjang dengan kesehatan yang prima,
tidak mungkin standar dalam mencapai tujuan.
b. Struktur
Ekonomi. Pada masa lalu struktur ekonomi yang terkait dengan kebijakan ekonomi
dan pengembangannya dilakukan secara bertahap. Sekarang tidak ada konsep itu
lagi. Dihapus tanpa ada penggantinya,sehingga semuanya tidak karuan, tidak
dijamin. Jadi, kita terlalu memporak-perandakan produk lama yang bagus
4.2. Dampak
Korupsi Dalam Kegiatan Bisnis Dan Pihak Yang Bertanggung Jawab
Dengan
adanya praktek korupsi yang sedang marak terjadi di Indonesia, seperti proses
perizinan usaha sebuah perusahaan yang berbelit-belit dan dengan biaya tinggi
yang tidak pada semestinya dikarenakan ada oknum tertentu dengan sengaja
mengambil sebagian biaya tersebut. Dengan adanya praktek pungutan yang tidak
semestinya, maka hal tersebut, tentunya sangat berdampak pada kegiatan bisnis
dalam suatu perusahaan karena dengan adanya praktek-praktek korupsi oleh
pihak-pihak/oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab ini akan membebankan
perusahaan seperti adanya High Cost sehingga hal tersebut berpengaruh
pula pada harga dari sebuah produk barang atau jasa yang dihasilkan.
Akibat –
akibat korupsi adalah :
1. Pemborosan sumber-sumber, modal yang
lari, gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang
lenyap.
2. Ketidakstabilan, revolusi sosial,
pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya.
3. Pengurangan kemampuan aparatur pemerintah,
pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.
Yang harus
bertanggung jawab akan adanya korupsi di Indonesia adalah Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Tujuan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi menurut pasal 4
adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan
tindak pidana korupsi.
Sedangkan
tugas dan wewenang KPK menurut pasal 6 adalah :
1. Koordinasi
dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
2. Supervisi
terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
3. Melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
4. Melakukan
tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
5. Melakukan
monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara.
4.3. Cara memberantas para koruptor
Memberantas korupsi bukan merupakan
kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semata, tapi merupakan tanggung
jawab seluruh elemen bangsa itu sendiri. Peran kita sebagai harapan bangsa
selain memberantas korupsi yang ada dalam diri sendiri juga berkewajiban
memberantas korupsi yang sudah menjadi mata pencaharian para kelompok-kelompok
orang tertentu. salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah membuat ide yang
sangat menakjubkan demi kemerdekaan bangsa ini dari penjajahan para koruptor.
Di bawah ini merupakan 6 cara ampuh memberantas
korupsi :
1. Membuat Wisata Pulau Koruptor
Indonesia adalah salah satu
negeri yang tingkat korupsinya sangat tinggi. Sebab, banyak pejabat yang
menyelewengkan uang negara, baik untuk kepentingan pribadi maupun golongan.
Sungguh sangat memprihatinkan dan ironis, di antara sekian banyak dana asing
yang masuk ke Indonesia sekarang ini, seharusnya sebagian diinvestasikan untuk
membangun penjara di sebuah pulau untuk para koruptor, kemudian dimanfaatkan
untuk tujuan wisata. Manfaatnya
sangat banyak, selain membuat jera para pelaku, itu akan mendatangkan devisa
yang besar bagi Negara, yang paling penting juga menjadi tempat yang baik bagi
pelajar untuk berlibur sekaligus menambah wawasan, bahwa “koruptor adalah musuh
nomor satu bangsa Indonesia.
2. Perlu
Miss Antikorupsi
Sungguh ironis jika melihat
kasus korpsi di negeri ini. Saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyerukan
pemberantasan korupsi di KTT ke-17 ASEAN di Hanoi, Vietnam, Gayus Tambunan
malah ngelencer ke Bali hanya untuk
menonton turnamen tenis dunia. Sangat disayangkan, begitu gampang sekali para
pejabat negeri ini yang diberi kepercayaan oleh masyarakat menyalah gunakan
jabatan hanya demi uang. Apalagi yang diberi izin keluar terkait dengan kasus
korupsi. Indonesia perlu miss antikorupsi. Tugasnya adalah
mengampanyekan pentingnya kejujuran dalam menjalankan amanah kepada seluruh
pejabat pemerintah mulai pusat hingga
daerah
3.
Mengadopsi Doktrin G 30 S PKI
Indonesia perlu membentuk
Gerakan 30 September Pemberantasan Korupsi di Indonesia (G 30 S PKI).
Tujuannya, menindak tegas para jenderal ataupun pejabat pemerintah yang
terlibat kasus korupsi. Hal ini perlu dilaksanakan karena masih banyak pejabat
yang terlibat kasus korupsi, tapi tak tersentuh oleh hokum.
4.
Mendirikan WikiLeaks Indonesia
Saat ini dunia tengah
diguncang oleh kebocoran kawat diplomatik beberapa negara. Yang paling sering
dipublikasikan adalah dokumen rahasia Amerika Serikat (AS) erhadap
negara-negara lain. Akibatnya, negara adidaya itu berang karena kebusukan
diplomasinya terbongkar. Pemerintah
atau masyarakat di Indonesia perlu mendirikan lembaga mirip WikiLeaks khusus
Indonesia. Tugasnya, mengungkap dan membeberkan
dokumen rahasia kawat diplomasi antar koruptor, pelanggaran HAM, dan jaringan
terorisme yang selama ini seolah tidak terselesaikan di negeri ini.
5.
Memiskinkan Para Koruptor
Vonis tujuh tahun penjara yang
dijatuhkan kepada terdakwa kasus mafia pajak Gayus Tambunan dinilai beberapa
kalangan terlalu ringan dan telah merusak tatanan hukum Indonesia. Muncul
banyak komentar miring dari masyarakat tentang vonis itu, seperti dalam diskusi
beberapa mahasiswa di tempat biasa mereka berkumpul. Dalam diskusi tersebut,
ada yang berpendapat bahwa mereka rela dipenjara tujuh tahun asal diberi uang
Rp 28 miliar daripada berkuliah empat tahun tapi belum tentu segala cita-cita
tecapai. Memang pendapat seperti itu salah dan perlu diluruskan. Tapi, itulah
yang terjadi jika hukum tetap timpang dan tidak bisa menjerat para pelaku
korupsi dengan sanksi yang pantas. Yakni, semakin banyak koruptor baru. Sebab,
hukum yang semestinya memberikan efek jera bagi koruptor malah hanya menjadi
formalitas di suatu negara.
6. Menghapus
Remisi Bagi Koruptor
Sungguh enak jadi koruptor di Indonesia. Setiap
peringatan hari kemerdekaan RI pasti mendapatkan remisi tahanan. Belum lagi
grasi dari presiden. Benar-benar dimanjakan oleh pemerintah.Sehingga banyak
kalangan yang merasa kecewa terhadap kejadian ini. Termasuk Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menyatakan bahwa remisi bagi narapidana kasus
korupsi akan mematahkan semangat KPK untuk memberantas tindak pidana korupsi di negeri ini. Sangat
disayangkan jika hal ini dibiarkan terjadi.
4.4 Fenomena Sosial Korupsi dalam Praktik Bisnis
1. Aspek Sosial Politik
Berkaitan dengan korupsi yang dilakukan sehubungan dengan kekuasaan yang
dimilikinya melalui aktivitas kegiatan dengan alasan untuk kepentingan
politik, banyak elite politik yang duduk dalam dewan legislatif DPR terlibat
korupsi dengan nuansa bisnis. Contohnya adalah kolusi proyek pembangunan, jasa
transportasi fiktif, perjalanan dinas fiktif, pengadaan barang fiktif,
penyimpangan dana APBN, APBD, mark-up investasi, money politic untuk memperoleh
jabatan pemilihan kades/lurah, pemilihan presiden,
gubernur, bupati, walikota. Pemilihan kepala daerah bahkan sangat kental dengan
nuansa korupsi, dengan money politic, pemberian barang, uang, dan fasilitas. Fenomena sosial politik dan
kekuasaan identik dengan pernyataan sosiolog dan kriminolog Lord Acton yang
menyebutkan "Power Tends to Corrupt, but
Absolute Power Corrupts Absolutely". Artinya, kekuasaan cenderung korupsi, tetapi kekuasaan yang berlebihan
mengakibatkan korupsi yang berlebihan pula. Dalil tersebut bertumpu pada
penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan. Realitas perilaku elite politik
dewasa ini menunjukkan kebenaran pernyataan itu (Gunawan, 1993: l5).
2. Aspek Sosial Ekonomi
Kenyataan yang tidak dapat dimungkiri dan seakan menjadi rahasia umum
adalah bahwu perilaku korupsi dalam praktik bisnis telah begitu menggejala.
Peluang para pelaku bisnis di Indonesia untuk melakukan korupsi begitu terbuka
sehingga dapat memengaruhi kehidupan ekonomi makro, menengah ke bawah, sampai
kehidupan ekonomi mikro. Korupsi yang paling banyak terjadi dalam praktik
bisnis contohnya adalah pengadaan barang dan jasa, yang sekarang telah diatur
dengan Kepres No. 80 Tahun 2003. Perilaku korupsi tersebut mencakup suap (bribery) dengan cara pemberian
komisi, order fee, tip untuk pejabat. Bahkan sering terjadi korupsi transaktif pada sektor
ekonomi makro terutama dalam praktik korupsi pada investasi
dan kasus proyek besar misalnya pertambangan, kehutanan, bantuan luar negeri,
dan perpajakan, yang sangat potensial dengan manipulasi, kolusi yang merugikan
perekonomian dan kekayaan negara, serta menyebabkan kecilnya APBN.
3. Aspek Sosial Budaya
Disadari sementara orang dapat bersekolah atau kuliah karena kolusi,
buku-buku pelajaran dijadikan ajang bisnis. Gaji para guru dan dosen rendah dan
sering kali kena potongan. Ketakberdayaan dalam keterbatasan kesejahteraan ini
mendorong para guru mencari peluang tambahan antara lain dengan korupsi.
Selain itu, banyak guru tak jelas nasibnya, infrastruktur pembangunan
pendidikan, terutama gedung sekolah, banyak yang rusak dan tidak memenuhi
standar teknis (spectic, bestec), sehingga sektor pendidikan menjadi mahal
karena nuansa korupsi. Sektor keagamaan juga tak lepas dari praktik korupsi.
Bidang keagamaan, khususnya bagian pelaksanaan administrasi, merupakan ladang
subur munculnya berbagai pungutan dengan alasan keikhlasan dan amal sedekah
untuk kepenringan pribadi atau orang lain. Tenru saja hal ini adalah tindakan
amoral karena tergolong korupsi (Wintolo, 2004: 11).
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1. Penyebab terjadinya korupsi
disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh
pejabat demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga,
sanak saudara, maupun teman. Di samping itu, masih banyak penyebab-penyebab
terjadinya korupsi yang ada di Indonesia saat ini.
2. Dengan adanya praktek pungutan yang
tidak semestinya, maka hal tersebut, tentunya sangat berdampak pada kegiatan
bisnis dalam suatu perusahaan karena dengan adanya praktek-praktek korupsi oleh
pihak-pihak/oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab ini akan membebankan
perusahaan seperti adanya High Cost sehingga hal tersebut berpengaruh
pula pada harga dari sebuah produk barang atau jasa yang dihasilkan.
3. Yang harus bertanggung jawab akan adanya korupsi di
Indonesia adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan cara memberantas
korupsi ada 6 cara seperti, Membuat Wisata Pulau Koruptor,
Perlu Miss
Antikorupsi, Mengadopsi Doktrin G 30 S PKI, Mendirikan WikiLeaks Indonesia,
Memiskinkan Para Koruptor dan Menghapus Remisi Bagi Koruptor.
5.2 Saran
Perlu adanya peningkatan moral dari tiap
individu sehingga tidak hanya mementingkan kepentingan masing-masing namun juga
mempertimbangkan kepentingan perusahaan dengan segala aspeknya. Peningkatan
moral bisa dilakukan sejak dini dengan pendidikan anti korupsi sejak kecil dan
mencoba untuk tidak melakukan korupsi dalam hal-hal kecil. Dan juga Sebaiknya
cara penanggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif. Pencegahan
Preventif yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan dan membangun etos
kerja pejabat maupun pegawai, Sedangkan Pencegahan Represif yang perlu
dilakukan adalah penegakan hukum dan hukuman yang berat perlu dilaksanakan dan
apabila terkait dengan implementasinya.
Sumber :
-
http://lailasoftskill.blogspot.com/2013/12/moralitas-koruptor.html
-
Kumorotomo,
Wahyudi. 1992. Etika Administrasi Negara, Rajawali Pers : Jakarta
-
Gunawan,
I., (1993), Postur Korupsi di Indonesia, Tinjauan Yuridis Sosiologis Budaya dan
Politik. Bandung: Angkasa.4jnwA
-
Wintolo,
J., Korupsi Reformasi dan Refolisi, Kedaulatan Rakyat, 16 April 2004 : 1-4)
-
http://joy-dedicated.blogspot.com/2011/09/arti-definisi-moralitas-dan-moral.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar