Rabu, 15 Oktober 2014

ETIKA DALAM BISNIS

NAMA            : ANIS SYAFITRI
KELAS           : 4EA17
NPM               : 10211916
TUGAS KE-   : 1 / ETIKA BISNIS #

ABSTRAK

ANIS SYAFITRI, 10211916.
ETIKA DALAM BISNIS
Penulisan. Jurnal, Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2014
Kata Kunci : Etika Bisnis, Pelanggaran etika bisnis, faktor-faktor dan cara mengatasinya.
Perekonomian saat ini, pasti sudah tidak asing lagi dengan yang namanya bisnis. Setiap pelakunya berlomba-lomba membesarkan bisnis mereka bahkan hingga mancanegara. Didalam berbisnis, pasti ada aturan dan norma-norma yang berlaku. Untuk itulah ada sebuah kata yang menyebutkan bahwa setiap pelaku bisnis harus mempunyai etika. Namun, diantara bisnis-bisnis yang menghasilkan keuntungan, ternyata masih banyak para pebisnis yang mengacuhkan etika bisnis yang baik, seperti misalnya tidak memperhatikan kepuasan konsumen terhadap produk yang dijual. Sejatinya, etika bisnis harus tertanam dalam jiwa para pebisnis, karena dengan etika bisnis yang baik tidak hanya keuntungan saja yang didapatkan namun kepuasan dan keloyalitasan konsumenpun akan didapatkan pula. Untuk itu, para pebisnis harus mengetahui hal-hal apa saja yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh seorang pebisnis.
  
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Bagi dunia internasional, bisnis merupakan aktivitas yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan sehari-hari. Tidak jenuh para pebisnis memajukan dan memperluas usahanya dalam rangka mencari keuntungan semaksimal mungkin. Mulai dari negara adidaya hingga negara berkembang melakukan bisnis sebagai mata pencaharian mereka. Namun, diantara bisnis-bisnis yang menghasilkan keuntungan, ternyata masih banyak para pebisnis yang mengacuhkan etika bisnis yang baik, seperti misalnya tidak memperhatikan kepuasan konsumen terhadap produk yang dijual. Untuk itu, para pebisnis harus mengetahui hal-hal apa saja yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh seorang pebisnis. Etika bisnis merupakan aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Pada penulisan ini, peneliti ingin mencari tahu faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya pelanggaran tersebut, dan juga memberikan saran untuk cara mengatasi pelanggaran tersebut.

1.2  Rumusan dan Batasan Masalah
1.2.1  Rumusan Masalah
  1. Apakah pelaku bisnis yang ada disekitar kita menggunakan etika didalam menjalankan bisnisnya ?
  2. Bagaimanakah bentuk pelanggarannya ?
  3. Apakah faktor penyebabnya ?
  4. Bagaimana cara mengatasinya ?

1.2.2  Batasan Masalah
Batasan masalah penelitian ini mencakup mengenai etika dalam berbisnis, pelanggaran-pelanggaran etika yang terjadi dalam bisnis, pelaku bisnis, prinsip-prinsip bisnis,cara mengatasi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam etika bisnis.

1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:
  1. Untuk mengetahui siapakah pelaku bisnis dan etika bisnis seperti apa yang dilakukan dalam menjalankan bisnisnya.
  2. Untuk mengetahui bentuk pelanggaran dalam etika bisnis.
  3. Untuk mengetehaui apakah faktor penyebabnya.
  4. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasinya.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Etika
Kata etika berasal dari bahasa Yunani Kuno “ethikos” yang berarti timbul dari kebiasaan. Etika mencakup analisis dan penerapan suatu konsep seperti misalnya baik,buruk, benar, salah dan tanggung jawab. Di bawah ini merupakan definisi etika menurut para ahli: Menurut Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Menurut White (1993) etika adalah cabang falsafah yang berkaitan dengan kebaikan moral dan menilai tindakan manusia. Dari definisi-definisi yang telah diutarakan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa etika merupakan suatu pedoman yang mengatur dan menilai perilaku manusia, baik perilaku yang harus ditinggalkan, maupun perilaku yang harus dilakukan. Namun, etika biasanya berkaitan erat dengan moral yang berkaitan dengan cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik dan menghindari tindakan yang buruk. Etika dan moral mengandung pengertian yang sama, namun, dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan.

2.2 Definisi Bisnis
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Namun, secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan. Menurut Steinford ( 1979) : “Business is all those activities involved in providing the goods and services needed or desired by people”. Dalam pengertian ini bisnis sebagai aktifitas yang menyediakan barang atau jasa yang diperlukan atau diinginkan oleh konsumen.

2.3 Definisi Etika Bisnis
Definisi menurut para ahli :
a) Menurut Brown dan Petrello (1976) Etika Bisnis: “Business is an institution which produces goods and services demanded by people”. Yang berarti bahwa bisnis ialah suatu lembaga yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Apabila kebutuhan masyarakat meningkat, maka lembaga bisnis pun akan meningkat pula perkembangannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sambil memperoleh laba.
 b) Menurut Velasquez (2005) Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.

2.4 Etika Bisnis Yang Baik
Hal – hal yang harus diperhatikan dalam menciptakan etika bisnis adalah :
1) Pengendalian diri.
2) Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility).
3) Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi.
4) Menciptakan persaingan yang sehat.
5) Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”.
6) Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi).
7) Mampu menyatakan yang benar itu benar.
8) Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah.
9) Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
10) Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati.
11) Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.

2.5 Beberapa Prinsip Umum Etika Bisnis
Prinsip-prinsip etika yang berlaku dalam bisnis sesungguhnya adalah penerapan dari prinsip etika pada umumnya. Disini secara umum dapat dikemukakan beberapa prinsip etika bisnis ,yaitu :
Terdapat lima prinsip dalam etika bisnis yang terdiri dari sebagai berikut:
1. Prinsip Otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan serta bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya tersebut.
2. Prinsip Kejujuran
Prinsip kejujuran meliputi kejujuran dalam memenuhi syarat-syarat perjanjian, adanya kesesuaian antara harga barang dengan mutu dan kualitas barang atau jasa yang ditawarkan, selain itu dalam menjalin hubungan kerja dengan pihak intern maupun ekstern perusahaan prinsip kejujuran juga diperlukan.
3. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggung jawabkan.
4. Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip ini menginginkan agar bisnis yang dijalankan dapat menguntungkan semua pihak.
5. Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini adalah prinsip yang terapkan oleh pelaku bisnis terhadap dirinya sendiri atau perusahaannya agar ia menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya atau nama baik perusahaannya.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1  Metode Penelitian
Metode penelitian ini menacari informasi dari berbagai sumber untuk menjawab rumusan dan tujuan masalah. Untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan teknik pengumpulan data seperti studi kepustakaan (Library Research), yaitu pengumpulan data dan pencarian informasi dilakukan dengan menelaah buku, kajian ilmiah, internet dan sumber-sember lainnya.

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Etika Dalam Berbisnis
Dalam bisnis terdapat aturan yang penuh dengan persaingan dan tentunya aturan-aturan tersebut berbeda dengan aturan moral dan sosial yang biasa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Seorang pebisnis yang ingin mematuhi atau menerapkan aturan moral atau etika akan berada pada posisi yang tidak menguntungkan.
Bisnis merupakan aktivitas yang penting dari masyarakat, sehingga norma dan nilai moral yang dianggap baik dan berlaku di masyarakat dibawa dan diterapkan ke dalam kegiatan bisnis. Selain itu agar dapat menjadi bisnis yang baik secara moral harus dibedakan antara legalitas dan moralitas. Suatu kegiatan bisnis mungkin saja diterima secara legal karena ada dasar hukum, tetapi tidak diterima secara moral. Sebuah perusahaan yang unggul sebaiknya tidak hanya tergantung pada kinerja yang baik, pengaturan manejerial dan financial yang baik , keunggulan teknologi yang dimiliki, sarana dan prasarana yang dimiliki melainkan juga harus didasari dengan etis dan etos bisnis yang baik.

4.2 Pelaku Dalam Etika Bisnis
Bisnis melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang atau organisasi yang dikenal sebagai stakeholders (pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing, pemerintah dan komunitas).
Oleh karena itu, para pebisnis harus mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang sangat sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis.

4.3 Faktor-faktor Pebisnis Melakukan Pelanggaran Etika Bisnis
Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pebisnis dilatarbelakangi oleh berbagai hal. Salah satu hal tersebut adalah untuk mencapai keuntungan yang sebanyak-banyaknya, tanpa memikirkan dampak buruk yang terjadi selanjutnya.
Faktor lain yang membuat pebisnis melakukan pelanggaran antara lain :
·         Banyaknya kompetitor baru dengan produk mereka yang lebih menarik
·         Ingin menambah pangsa pasar
·         Ingin menguasai pasar
Dari ketiga faktor tersebut, faktor pertama adalah faktor yang memiliki pengaruh paling kuat. Selain ketiga faktor tersebut, masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi. Gwynn Nettler dalam bukunya Lying, Cheating and Stealing memberikan kesimpulan tentang sebab-sebab seseorang berbuat curang, yaitu :
·         Orang yang sering mengalami kegagalan cenderung sering melakukan kecurangan.
·         Orang yang tidak disukai atau tidak menyukai dirinya sendiri cenderung menjadi pendusta.
·         Orang yang hanya menuruti kata hatinya, bingung dan tidak dapat menangguhkan keinginan memuaskan hatinya, cenderung berbuat curang.
·         Orang yang memiliki hati nurani (mempunyai rasa takut, prihatin dan rasa tersiksa) akan lebih mempunyai rasa melawan terhadap godaan untuk berbuat curang.
·         Orang yang cerdas (intelligent) cenderung menjadi lebih jujur dari pada orang yang dungu (ignorant).
Ketika ada pelanggaran etika dalam menjalankan kegiatan bisnis maka pelaku harus mengatasinya agar pelanggaran etika tidak terjadi lagi yaitu dengan cara sebagai berikut :
  1. Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility).
  2. Menciptakan persaingan yang sehat.
  3. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat  dan lemah.
  4. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati.
  5. Menumbuh kembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati.
  6. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.


Berikut contoh pelanggaran-pelanggaran dalam etika bisnis :
1. Pelanggaran etika bisnis terhadap hukum
TEMPO Interaktif, Jakarta: Perkara dugaan pelanggaran praktek monopoli yang dilakukan PT Carrefour Indonesia memasuki tahap baru. Hasil rapat pleno Komisi Pengawas Persaingan Usaha memutuskan perkara dugaan monopoli yang dilakukan Carrefour dilanjutkan ke pemeriksaan lanjutan.
“Hasil pemeriksaan pendahuluan semakin memperkuat dugaan pelanggaran sehingga perkara dilanjutkan,” ujar Direktur Komunikasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Djunadi saat dihubungi Tempo, Rabu (13/5).
Selain itu pelanggaran pasal yang dikenakan juga bertambah dari sebelumnya dua pasal menjadi empat pasal Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Keempat pasal tersebut antara lain, pasal 17 tentang penguasaan produksi, pemasaran dan jasa; pasal 20 tentang penetapan harga rendah untuk menyingkirkan pesaing; pasal 25 tentang penyalahgunaan posisi dominan; dan pasal 28 tentang peleburan badan usaha yang menimbulkan monopoli.
Ketua tim pemeriksa KPPU Dedie S. Martadisastra menuturkan, penambahan pasal ini dimungkinkan karena adanya data-data baru yang didapat dari pemeriksaan pendahuluan. “Kami telah memanggil pemasok, Departemen Perdagangan, dan Carrefour. Hasilnya justru semakin memperkuat bukti pelanggaran,” kata dia.
Langkah ini juga dilakukan karena tidak ada perubahan perilaku yang dilakukan Carrefour dalam batas pemeriksaan pendahuluan yang berakhir Rabu (13/5) ini.
Djunaidi menjelaskan, dalam pemeriksaan lanjutan, KPPU tidak hanya berwenang meminta keterangan dari pihak terkait, tapi juga memeriksa dokumen termasuk persyaratan pedagangan (trading term) yang ditetapkan Carrefour kepada pemasok. “Isu hukumnya lebih komprenensif, pembuktian bukan sekedar klarifikasi tapi lebih mendetail,” tutur Djunaidi.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha memperkarakan akuisisi Carrefour dengan dugaan tindakan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Pasca akuisisi dengan PT Alfa Retailindo, Carrefour menguasai pasar retail 48,38 persen, meningkat dari sebelumnya 37,98 persen.
Carrefour juga menguasai 66,73 persen pasar pemasok dari sebelumnya 44,72 persen. Melonjaknya pangsa pasar tersebut membuat perusahaan itu leluasa menetapkan biaya tinggi kepada pemasok.
2. Pelanggaran etika bisnis terhadap transparansi
SEATTLE-Motorola Mobility,anak usaha Google Inc. ,dinyatakan tidak memiliki itikad baik ketika meminta royalty dari Microsoft Corp atas penggunaan paten kompresi video dan teknologi Wi-fi. Bloomberg yang mengutip blog wartawan Seattle Times melaporkan, Jumat (6/9), dewan juri di Pengadilan Seattle mengharuskan Motorola membayar kerugian US $14,5 juta kepada Microsoft. Perkara ini dimulai ketika Microsoft mengklaim Motorola tanpa alas an yang jelas meminta royalti sebesar 2,25% dari harga Xbox yang dimainkan di perangkat bersistem operasi Windows. Perusahaan yang berkantor pusat di Schaumburg,lllionis itu disebutkan mengancam akan meminta pengadilan menghentikan penjualan produk-produk Microsoft jika tidak dibayar.
3. Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntabilitas
Transparansi serta kejujuran dalam pengelolaan lembaga yang merupakan salah satu derivasi amanah reformasi ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan oleh salah satu badan usaha milik negara, yakni PT Kereta Api Indonesia. Dalam laporan kinerja keuangan tahunan yang diterbitkannya pada tahun 2005, ia mengumumkan bahwa keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar telah diraihnya. Padahal, apabila dicermati, sebenarnya ia harus dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar.
Kerugian ini terjadi karena PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset. Dengan demikian, kekeliruan dalam pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah terjadi di sini.
Di lain pihak, PT Kereta Api Indonesia memandang bahwa kekeliruan pencatatan tersebut hanya terjadi karena perbedaan persepsi mengenai pencatatan piutang yang tidak tertagih. Terdapat pihak yang menilai bahwa piutang pada pihak ketiga yang tidak tertagih itu bukan pendapatan. Sehingga, sebagai konsekuensinya PT Kereta Api Indonesia seharusnya mengakui menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar. Sebaliknya, ada pula pihak lain yang berpendapat bahwa piutang yang tidak tertagih tetap dapat dimasukkan sebagai pendapatan PT Kereta Api Indonesia sehingga keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar dapat diraih pada tahun tersebut. Diduga, manipulasi laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Sehingga, akumulasi permasalahan terjadi disini.
4. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip pertanggungjawaban
Sebut saja perusahaan Y yang bergerak dibidang penyediaan jasa TKI/TKW. Dalam pengumumannya disebutkan bahwa perusahaan Y berjanji akan mengirimkan para calon TKI/TKW ke Negara tujuan setelah mereka menjalani training selama 3 bulan. Dan, jika nantinya mereka tidak diberangkatkan maka pihak perusahaan akan mengganti semua biaya yang telah dikeluarkan calon TKI/TKW tersebut. Sebutlah B yang kemudian tertarik dengan pengumuman itu. Ia pun mengikuti persyaratan yang diminta termasuk mengeluarkan uang untuk biaya paspor dan visa. Namun kenyataannya, si B tidak juga diberangkatkan meski masa training sudah lama belalu. Ketika dikonfirmasi, pihak perusahaan Y menjawab dengan banyak alasan. Dari kasus tersebut dapat dikatakan bahwa perusahaan Y telah melakukan pelanggaran prinsip pertanggung jawaban karna telah tidak memenuhi janjinya untuk mengirim TKI/TKW yang telah memenuhi syarat yang telah ditentukan.
5. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kewajaran
Sebut saja PT H adalah sebuah perusahaan berkembang yang membuka cabang didaerah S. Semua tanah kavling yang dipasarkan telah laku terjual dan kini pembeli sedang dalam tahap membangun ditanah masing-masing setelah mengantongi izin membangun yang dikeluarkan perusahaan tersebut. Namun dalam kenyataanny, ada tiga orang pembeli belum bias melakukan pembangunan karena izin mereka belum juga dikeluarkan.
Usut punya usut, ternyata PT H sengaja menahan surat izin membangun ketiga pembeli tersebut dengan alasan ketiganya pernah mempunyai urusan pribadi dengan pemilik perusahaan yang tidak ada hubungannya dengan transaksi jual-beli yang sudah dilaksanakan. Dalam hal ini, PT H dapat dikatakan telah melakukan pelanggaran etika bisnis dilihat dari segi prinsip kewajaran. Hal ini dikategorikan melanggar karena tidak memenuhi hak pembeli yang telah memenhui semua persyaratan dengan alasan yang tidak jelas.
6. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran
Sebut saja PT A adalah sebuah perusahaan berkembang yang telah membuat kesepakatan dengan PT B, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang kontraktor untuk membangun apartement ditanah milik PT A. Dalam surat kesepakatan disebutkan dengan jelas spesifikasi bangunan yang nantinya akan dibangun oleh PT B. akan tetapi, dalam pelaksanaannya, ternyata PT B tidak melakukan pembangunan sebagaimana semestinya yang telah disepakati. Kecurangan itu baru terlihat beberapa waktu kemudian. Rupanya PT B menurunkan kualitas dari spesifikasi bangunan sehingga hasil yang dibuat tidak sesuai. Dalam kasus ini, pihak PT B dapat dikatakan telah melakukan pelanggaran etika bisnis dilihat dari prinsip kejujuran.
7. Pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip empati
Sebut saja CV W, sebuah perusahaan pembiayaan yang menerima keterlambatan pembayaran dari salah seorang nasabahnya. Nasabah ini meminta kebijaksanaan karena keluarganya sedang ditimpa musibah sehingga angsuran untuk bulan ini dan bulan depan akan terlambat dibayarkan. Namun CV W tidak memberikan respon apapun terhadap permohonan tersebut. Setelah jatuh tempo, pihak CV W kemudian mendatangi nasabah tersebut dengan sikap yang tidak simpati sambil mengancam akan menarik kembali kendaraan yang sedang diangsur. Dalam hal ini, CV W dapat dikatan telah melakukan pelanggaran etika bisnis dilihat dari prinsip empati.

4.4 Manfaat Perusahaan Dalam Menerapkan Etika Dalam Berbisnis
A. Perusahaan mendapatkan kepercayaan dari konsumen.
B. Citra perusahaan di mata konsumen baik.
C. Meningkatkan motivasi pekerja.
D. Keuntungan perusahaan dapat di peroleh.


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
. Berdasarkan beberapa pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Dari contoh-contoh kasus yang dijelaskan diatas, pelaku bisnis melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang atau organisasi yang dikenal sebagai stakeholders yaitu pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing, pemerintah dan komunitas. Hal-hal di atas merupakan contoh kegiatan yang cenderung melanggar etika bisnis, upaya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya merupakan hal yang wajar. Namun sayangnya dalam kenyataan upaya mendapatkan keuntungan tersebut cenderung mengabaikan etika bisnis yang ada.
2.      Dari contoh-contoh kasus yang dijelaskan diatas, bahwa masih banyak terdapat betuk-bentuk pelanggaran etika dalam bisnis berupa ketidaksesuaian dalam kesepakatan yang ada, tidak bertanggung jawab, tidak patuh terhadap hukum dan masih banyak lainnya yang melanggar etika dalam bisnis.
3.      Ada beberapa faktor yang menyebabkan pembisnis melakukan pelanggaran etika bisnis salah satu hal tersebut adalah untuk mencapai keuntungan yang sebanyak-banyaknya, tanpa memikirkan dampak buruk yang terjadi selanjutnya. Dan faktor-faktor lainnya seperti :
·         Banyaknya kompetitor baru dengan produk mereka yang lebih menarik.
·         Ingin menambah pangsa pasar.
·         Ingin menguasai pasar.
4.      Cara mengatasi pelanggaran-pelanggaran etika dalam bisnis yaitu, berupa :
·         Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility).
·         Menciptakan persaingan yang sehat.
·         Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan lemah.
·         Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati.
·         Menumbuh kembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati.
·         Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis menyarankan agar perusahaan-perusahaan tidak melanggar etika yang ada dalam bisnis. Dalam hal ini, bagaimana mengusahakan agar keuntungan yang diperoleh itu wajar-wajar saja, karena yang utama adalah melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat dengan tidak merugikan pihak-pihak yang terkait dalam bisnis ini. Agar pelanggaran tidak terjadi hendaknya melakukan tindak penanganan yang tegas dari pemerintahan. 

DAFTAR PUSTAKA

Prof.Dr. Sondang P.Siagian, MPA. 1996. Etika Bisnis, Jakarta; PT Pustaka Binaman Pressindo,
DR.A. Sonny Keraf. 1998.  “Etika Bisnis; tuntutan dan Relevansinya” Jakarta; Penerbit Kanisius.
De George, Ricarhard T. 1986. Busness Ethics, Ke-2. New york: MacMillan Pub. Co.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar