NAMA : ANIS SYAFITRI
KELAS : 4EA17
NPM :
10211916
TUGAS KE- : 1 / ETIKA BISNIS #
ABSTRAK
ANIS SYAFITRI,
10211916.
ETIKA DALAM
BISNIS
Penulisan. Jurnal, Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi,
Universitas Gunadarma, 2014
Kata Kunci :
Etika Bisnis, Pelanggaran etika bisnis, faktor-faktor dan cara mengatasinya.
Perekonomian saat ini, pasti sudah
tidak asing lagi dengan yang namanya bisnis. Setiap pelakunya berlomba-lomba
membesarkan bisnis mereka bahkan hingga mancanegara. Didalam berbisnis, pasti
ada aturan dan norma-norma yang berlaku. Untuk itulah ada sebuah kata yang
menyebutkan bahwa setiap pelaku bisnis harus mempunyai etika. Namun, diantara
bisnis-bisnis yang menghasilkan keuntungan, ternyata masih banyak para pebisnis
yang mengacuhkan etika bisnis yang baik, seperti misalnya tidak memperhatikan
kepuasan konsumen terhadap produk yang dijual. Sejatinya, etika bisnis harus
tertanam dalam jiwa para pebisnis, karena dengan etika bisnis yang baik tidak
hanya keuntungan saja yang didapatkan namun kepuasan dan keloyalitasan
konsumenpun akan didapatkan pula. Untuk itu, para pebisnis harus mengetahui
hal-hal apa saja yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh
seorang pebisnis.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bagi
dunia internasional, bisnis merupakan aktivitas yang tidak dapat dipisahkan
dalam kegiatan sehari-hari. Tidak jenuh para pebisnis memajukan dan memperluas
usahanya dalam rangka mencari keuntungan semaksimal mungkin. Mulai dari negara
adidaya hingga negara berkembang melakukan bisnis sebagai mata pencaharian
mereka. Namun, diantara bisnis-bisnis yang menghasilkan keuntungan, ternyata
masih banyak para pebisnis yang mengacuhkan etika bisnis yang baik, seperti
misalnya tidak memperhatikan kepuasan konsumen terhadap produk yang dijual.
Untuk itu, para pebisnis harus mengetahui hal-hal apa saja yang boleh dilakukan
dan yang tidak boleh dilakukan oleh seorang pebisnis. Etika bisnis merupakan
aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam
institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis. Pada
penulisan ini, peneliti ingin mencari tahu faktor-faktor yang menjadi penyebab
terjadinya pelanggaran tersebut, dan juga memberikan saran untuk cara mengatasi
pelanggaran tersebut.
1.2 Rumusan dan
Batasan Masalah
1.2.1 Rumusan Masalah
- Apakah pelaku bisnis yang ada disekitar kita menggunakan etika didalam menjalankan bisnisnya ?
- Bagaimanakah bentuk pelanggarannya ?
- Apakah faktor penyebabnya ?
- Bagaimana cara mengatasinya ?
1.2.2 Batasan Masalah
Batasan
masalah penelitian ini mencakup mengenai etika dalam berbisnis,
pelanggaran-pelanggaran etika yang terjadi dalam bisnis, pelaku bisnis,
prinsip-prinsip bisnis,cara mengatasi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi
dalam etika bisnis.
1.3 Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan
dari penulisan ini adalah:
- Untuk mengetahui siapakah pelaku bisnis dan etika bisnis seperti apa yang dilakukan dalam menjalankan bisnisnya.
- Untuk mengetahui bentuk pelanggaran dalam etika bisnis.
- Untuk mengetehaui apakah faktor penyebabnya.
- Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasinya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi
Etika
Kata etika
berasal dari bahasa Yunani Kuno “ethikos” yang berarti timbul dari kebiasaan.
Etika mencakup analisis dan penerapan suatu konsep seperti misalnya baik,buruk,
benar, salah dan tanggung jawab. Di bawah ini merupakan definisi etika menurut
para ahli: Menurut Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995) Etika adalah Nilai
mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Menurut
White (1993) etika adalah cabang falsafah yang berkaitan dengan kebaikan moral
dan menilai tindakan manusia. Dari definisi-definisi yang telah diutarakan
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa etika merupakan suatu pedoman yang
mengatur dan menilai perilaku manusia, baik perilaku yang harus ditinggalkan,
maupun perilaku yang harus dilakukan. Namun, etika biasanya berkaitan erat
dengan moral yang berkaitan dengan cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan
yang baik dan menghindari tindakan yang buruk. Etika dan moral mengandung
pengertian yang sama, namun, dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan.
2.2 Definisi
Bisnis
Dalam ilmu
ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada
konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Namun, secara historis
kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti
“sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian,
sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan. Menurut
Steinford ( 1979) : “Business is all those activities involved in providing the
goods and services needed or desired by people”. Dalam pengertian ini bisnis
sebagai aktifitas yang menyediakan barang atau jasa yang diperlukan atau
diinginkan oleh konsumen.
2.3 Definisi
Etika Bisnis
Definisi menurut
para ahli :
a) Menurut Brown
dan Petrello (1976) Etika Bisnis: “Business is an institution which produces
goods and services demanded by people”. Yang berarti bahwa bisnis ialah suatu
lembaga yang menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Apabila kebutuhan masyarakat meningkat, maka lembaga bisnis pun akan meningkat
pula perkembangannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sambil memperoleh laba.
b) Menurut Velasquez (2005) Etika bisnis
merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini
berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan,
institusi, dan perilaku bisnis.
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana
standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat
modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan
kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.
2.4 Etika Bisnis
Yang Baik
Hal – hal yang
harus diperhatikan dalam menciptakan etika bisnis adalah :
1) Pengendalian
diri.
2) Pengembangan
tanggung jawab social (social responsibility).
3)
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi.
4) Menciptakan
persaingan yang sehat.
5) Menerapkan
konsep “pembangunan berkelanjutan”.
6) Menghindari
sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi).
7) Mampu menyatakan
yang benar itu benar.
8) Menumbuhkan
sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke
bawah.
9) Konsekuen dan
konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.
10)
Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah
disepakati.
11) Perlu adanya
sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa
peraturan perundang-undangan.
2.5 Beberapa
Prinsip Umum Etika Bisnis
Prinsip-prinsip
etika yang berlaku dalam bisnis sesungguhnya adalah penerapan dari prinsip
etika pada umumnya. Disini secara umum dapat dikemukakan beberapa prinsip etika
bisnis ,yaitu :
Terdapat lima
prinsip dalam etika bisnis yang terdiri dari sebagai berikut:
1. Prinsip
Otonomi
Otonomi adalah
sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan
kesadaran sendiri tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan serta
bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya tersebut.
2. Prinsip
Kejujuran
Prinsip
kejujuran meliputi kejujuran dalam memenuhi syarat-syarat perjanjian, adanya
kesesuaian antara harga barang dengan mutu dan kualitas barang atau jasa yang
ditawarkan, selain itu dalam menjalin hubungan kerja dengan pihak intern maupun
ekstern perusahaan prinsip kejujuran juga diperlukan.
3. Prinsip
Keadilan
Prinsip keadilan
menuntut agar setiap orang diperlakukan sesuai dengan aturan yang adil dan
sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggung jawabkan.
4. Prinsip
Saling Menguntungkan
Prinsip ini
menginginkan agar bisnis yang dijalankan dapat menguntungkan semua pihak.
5. Prinsip
Integritas Moral
Prinsip ini
adalah prinsip yang terapkan oleh pelaku bisnis terhadap dirinya sendiri atau
perusahaannya agar ia menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya atau
nama baik perusahaannya.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode
Penelitian
Metode
penelitian ini menacari informasi dari berbagai sumber untuk menjawab rumusan
dan tujuan masalah. Untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan teknik
pengumpulan data seperti studi kepustakaan (Library
Research), yaitu pengumpulan data dan pencarian informasi dilakukan dengan
menelaah buku, kajian ilmiah, internet dan sumber-sember lainnya.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Etika Dalam Berbisnis
Dalam bisnis
terdapat aturan yang penuh dengan persaingan dan tentunya aturan-aturan
tersebut berbeda dengan aturan moral dan sosial yang biasa diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Seorang pebisnis yang ingin mematuhi atau menerapkan
aturan moral atau etika akan berada pada posisi yang tidak menguntungkan.
Bisnis merupakan
aktivitas yang penting dari masyarakat, sehingga norma dan nilai moral yang
dianggap baik dan berlaku di masyarakat dibawa dan diterapkan ke dalam kegiatan
bisnis. Selain itu agar dapat menjadi bisnis yang baik secara moral harus
dibedakan antara legalitas dan moralitas. Suatu kegiatan bisnis mungkin saja
diterima secara legal karena ada dasar hukum, tetapi tidak diterima secara
moral. Sebuah perusahaan yang unggul sebaiknya tidak hanya tergantung pada
kinerja yang baik, pengaturan manejerial dan financial yang baik , keunggulan
teknologi yang dimiliki, sarana dan prasarana yang dimiliki melainkan juga
harus didasari dengan etis dan etos bisnis yang baik.
4.2 Pelaku Dalam Etika Bisnis
Bisnis melibatkan hubungan ekonomi
dengan banyak kelompok orang atau organisasi yang dikenal sebagai stakeholders
(pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing, pemerintah dan
komunitas).
Oleh karena itu, para pebisnis
harus mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya
stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan
pemegang saham adalah pihak yang sangat sering berperan untuk keberhasilan
dalam berbisnis.
4.3 Faktor-faktor Pebisnis Melakukan Pelanggaran Etika
Bisnis
Pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan pebisnis dilatarbelakangi oleh berbagai hal. Salah satu hal
tersebut adalah untuk mencapai keuntungan yang sebanyak-banyaknya, tanpa
memikirkan dampak buruk yang terjadi selanjutnya.
Faktor lain yang
membuat pebisnis melakukan pelanggaran antara lain :
·
Banyaknya
kompetitor baru dengan produk mereka yang lebih menarik
·
Ingin menambah
pangsa pasar
·
Ingin menguasai
pasar
Dari ketiga
faktor tersebut, faktor pertama adalah faktor yang memiliki pengaruh paling kuat.
Selain ketiga faktor tersebut, masih banyak faktor-faktor lain yang
mempengaruhi. Gwynn Nettler dalam bukunya Lying, Cheating and Stealing
memberikan kesimpulan tentang sebab-sebab seseorang berbuat curang, yaitu :
·
Orang yang
sering mengalami kegagalan cenderung sering melakukan kecurangan.
·
Orang yang tidak
disukai atau tidak menyukai dirinya sendiri cenderung menjadi pendusta.
·
Orang yang hanya
menuruti kata hatinya, bingung dan tidak dapat menangguhkan keinginan memuaskan
hatinya, cenderung berbuat curang.
·
Orang yang
memiliki hati nurani (mempunyai rasa takut, prihatin dan rasa tersiksa) akan
lebih mempunyai rasa melawan terhadap godaan untuk berbuat curang.
·
Orang yang
cerdas (intelligent) cenderung menjadi lebih jujur dari pada orang yang dungu
(ignorant).
Ketika ada
pelanggaran etika dalam menjalankan kegiatan bisnis maka pelaku harus
mengatasinya agar pelanggaran etika tidak terjadi lagi yaitu dengan cara
sebagai berikut :
- Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility).
- Menciptakan persaingan yang sehat.
- Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan lemah.
- Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati.
- Menumbuh kembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati.
- Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan.
Berikut contoh
pelanggaran-pelanggaran dalam etika bisnis :
1. Pelanggaran
etika bisnis terhadap hukum
TEMPO
Interaktif, Jakarta: Perkara dugaan pelanggaran praktek monopoli yang dilakukan
PT Carrefour Indonesia memasuki tahap baru. Hasil rapat pleno Komisi Pengawas
Persaingan Usaha memutuskan perkara dugaan monopoli yang dilakukan Carrefour
dilanjutkan ke pemeriksaan lanjutan.
“Hasil
pemeriksaan pendahuluan semakin memperkuat dugaan pelanggaran sehingga perkara
dilanjutkan,” ujar Direktur Komunikasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha,
Djunadi saat dihubungi Tempo, Rabu (13/5).
Selain itu
pelanggaran pasal yang dikenakan juga bertambah dari sebelumnya dua pasal
menjadi empat pasal Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Keempat pasal
tersebut antara lain, pasal 17 tentang penguasaan produksi, pemasaran dan jasa;
pasal 20 tentang penetapan harga rendah untuk menyingkirkan pesaing; pasal 25
tentang penyalahgunaan posisi dominan; dan pasal 28 tentang peleburan badan
usaha yang menimbulkan monopoli.
Ketua tim
pemeriksa KPPU Dedie S. Martadisastra menuturkan, penambahan pasal ini
dimungkinkan karena adanya data-data baru yang didapat dari pemeriksaan
pendahuluan. “Kami telah memanggil pemasok, Departemen Perdagangan, dan
Carrefour. Hasilnya justru semakin memperkuat bukti pelanggaran,” kata dia.
Langkah ini juga
dilakukan karena tidak ada perubahan perilaku yang dilakukan Carrefour dalam
batas pemeriksaan pendahuluan yang berakhir Rabu (13/5) ini.
Djunaidi
menjelaskan, dalam pemeriksaan lanjutan, KPPU tidak hanya berwenang meminta
keterangan dari pihak terkait, tapi juga memeriksa dokumen termasuk persyaratan
pedagangan (trading term) yang ditetapkan Carrefour kepada pemasok. “Isu
hukumnya lebih komprenensif, pembuktian bukan sekedar klarifikasi tapi lebih
mendetail,” tutur Djunaidi.
Komisi Pengawas
Persaingan Usaha memperkarakan akuisisi Carrefour dengan dugaan tindakan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat berdasarkan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999. Pasca akuisisi dengan PT Alfa Retailindo, Carrefour
menguasai pasar retail 48,38 persen, meningkat dari sebelumnya 37,98 persen.
Carrefour juga
menguasai 66,73 persen pasar pemasok dari sebelumnya 44,72 persen. Melonjaknya
pangsa pasar tersebut membuat perusahaan itu leluasa menetapkan biaya tinggi
kepada pemasok.
2. Pelanggaran etika
bisnis terhadap transparansi
SEATTLE-Motorola
Mobility,anak usaha Google Inc. ,dinyatakan tidak memiliki itikad baik ketika
meminta royalty dari Microsoft Corp atas penggunaan paten kompresi video dan
teknologi Wi-fi. Bloomberg yang mengutip blog wartawan Seattle Times melaporkan,
Jumat (6/9), dewan juri di Pengadilan Seattle mengharuskan Motorola membayar
kerugian US $14,5 juta kepada Microsoft. Perkara ini dimulai ketika Microsoft
mengklaim Motorola tanpa alas an yang jelas meminta royalti sebesar 2,25% dari
harga Xbox yang dimainkan di perangkat bersistem operasi Windows. Perusahaan
yang berkantor pusat di Schaumburg,lllionis itu disebutkan mengancam akan
meminta pengadilan menghentikan penjualan produk-produk Microsoft jika tidak
dibayar.
3. Pelanggaran etika
bisnis terhadap akuntabilitas
Transparansi serta kejujuran dalam pengelolaan lembaga
yang merupakan salah satu derivasi amanah reformasi ternyata belum sepenuhnya
dilaksanakan oleh salah satu badan usaha milik negara, yakni PT Kereta Api
Indonesia. Dalam laporan kinerja keuangan tahunan yang diterbitkannya pada
tahun 2005, ia mengumumkan bahwa keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar telah
diraihnya. Padahal, apabila dicermati, sebenarnya ia harus dinyatakan menderita
kerugian sebesar Rp. 63 milyar.
Kerugian ini terjadi karena PT Kereta Api Indonesia
telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan
keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal,
berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan dalam
bentuk pendapatan atau asset. Dengan demikian, kekeliruan dalam pencatatan
transaksi atau perubahan keuangan telah terjadi di sini.
Di lain pihak, PT Kereta Api Indonesia memandang bahwa
kekeliruan pencatatan tersebut hanya terjadi karena perbedaan persepsi mengenai
pencatatan piutang yang tidak tertagih. Terdapat pihak yang menilai bahwa
piutang pada pihak ketiga yang tidak tertagih itu bukan pendapatan. Sehingga,
sebagai konsekuensinya PT Kereta Api Indonesia seharusnya mengakui menderita
kerugian sebesar Rp. 63 milyar. Sebaliknya, ada pula pihak lain yang
berpendapat bahwa piutang yang tidak tertagih tetap dapat dimasukkan sebagai
pendapatan PT Kereta Api Indonesia sehingga keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar
dapat diraih pada tahun tersebut. Diduga, manipulasi laporan keuangan PT Kereta
Api Indonesia telah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Sehingga, akumulasi
permasalahan terjadi disini.
4. Pelanggaran etika
bisnis terhadap prinsip pertanggungjawaban
Sebut saja perusahaan Y yang bergerak dibidang
penyediaan jasa TKI/TKW. Dalam pengumumannya disebutkan bahwa perusahaan Y
berjanji akan mengirimkan para calon TKI/TKW ke Negara tujuan setelah mereka
menjalani training selama 3 bulan. Dan, jika nantinya mereka tidak
diberangkatkan maka pihak perusahaan akan mengganti semua biaya yang telah
dikeluarkan calon TKI/TKW tersebut. Sebutlah B yang kemudian tertarik dengan
pengumuman itu. Ia pun mengikuti persyaratan yang diminta termasuk mengeluarkan
uang untuk biaya paspor dan visa. Namun kenyataannya, si B tidak juga
diberangkatkan meski masa training sudah lama belalu. Ketika dikonfirmasi,
pihak perusahaan Y menjawab dengan banyak alasan. Dari kasus tersebut dapat
dikatakan bahwa perusahaan Y telah melakukan pelanggaran prinsip pertanggung jawaban
karna telah tidak memenuhi janjinya untuk mengirim TKI/TKW yang telah memenuhi
syarat yang telah ditentukan.
5. Pelanggaran etika
bisnis terhadap prinsip kewajaran
Sebut saja PT H adalah sebuah perusahaan berkembang
yang membuka cabang didaerah S. Semua tanah kavling yang dipasarkan telah laku
terjual dan kini pembeli sedang dalam tahap membangun ditanah masing-masing
setelah mengantongi izin membangun yang dikeluarkan perusahaan tersebut. Namun
dalam kenyataanny, ada tiga orang pembeli belum bias melakukan pembangunan
karena izin mereka belum juga dikeluarkan.
Usut punya usut, ternyata PT H sengaja menahan surat
izin membangun ketiga pembeli tersebut dengan alasan ketiganya pernah mempunyai
urusan pribadi dengan pemilik perusahaan yang tidak ada hubungannya dengan
transaksi jual-beli yang sudah dilaksanakan. Dalam hal ini, PT H dapat
dikatakan telah melakukan pelanggaran etika bisnis dilihat dari segi prinsip
kewajaran. Hal ini dikategorikan melanggar karena tidak memenuhi hak pembeli
yang telah memenhui semua persyaratan dengan alasan yang tidak jelas.
6. Pelanggaran etika
bisnis terhadap prinsip kejujuran
Sebut saja PT A adalah sebuah perusahaan berkembang
yang telah membuat kesepakatan dengan PT B, sebuah perusahaan yang bergerak di
bidang kontraktor untuk membangun apartement ditanah milik PT A. Dalam surat
kesepakatan disebutkan dengan jelas spesifikasi bangunan yang nantinya akan
dibangun oleh PT B. akan tetapi, dalam pelaksanaannya, ternyata PT B tidak
melakukan pembangunan sebagaimana semestinya yang telah disepakati. Kecurangan
itu baru terlihat beberapa waktu kemudian. Rupanya PT B menurunkan kualitas
dari spesifikasi bangunan sehingga hasil yang dibuat tidak sesuai. Dalam kasus
ini, pihak PT B dapat dikatakan telah melakukan pelanggaran etika bisnis
dilihat dari prinsip kejujuran.
7. Pelanggaran etika
bisnis terhadap prinsip empati
Sebut saja CV W, sebuah perusahaan pembiayaan yang
menerima keterlambatan pembayaran dari salah seorang nasabahnya. Nasabah ini
meminta kebijaksanaan karena keluarganya sedang ditimpa musibah sehingga
angsuran untuk bulan ini dan bulan depan akan terlambat dibayarkan. Namun CV W
tidak memberikan respon apapun terhadap permohonan tersebut. Setelah jatuh
tempo, pihak CV W kemudian mendatangi nasabah tersebut dengan sikap yang tidak
simpati sambil mengancam akan menarik kembali kendaraan yang sedang diangsur.
Dalam hal ini, CV W dapat dikatan telah melakukan pelanggaran etika bisnis
dilihat dari prinsip empati.
4.4 Manfaat Perusahaan Dalam Menerapkan Etika Dalam
Berbisnis
A. Perusahaan
mendapatkan kepercayaan dari konsumen.
B. Citra
perusahaan di mata konsumen baik.
C. Meningkatkan
motivasi pekerja.
D. Keuntungan
perusahaan dapat di peroleh.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
. Berdasarkan
beberapa pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Dari contoh-contoh kasus yang dijelaskan diatas,
pelaku bisnis melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang atau
organisasi yang dikenal sebagai stakeholders yaitu pelanggan, tenaga kerja,
stockholders, suppliers, pesaing, pemerintah dan komunitas. Hal-hal di atas
merupakan contoh kegiatan yang cenderung melanggar etika bisnis,
upaya untuk mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya merupakan hal yang wajar. Namun sayangnya dalam kenyataan
upaya mendapatkan keuntungan tersebut cenderung mengabaikan etika bisnis yang
ada.
2. Dari contoh-contoh kasus yang dijelaskan diatas, bahwa
masih banyak terdapat betuk-bentuk pelanggaran etika dalam bisnis berupa
ketidaksesuaian dalam kesepakatan yang ada, tidak bertanggung jawab, tidak
patuh terhadap hukum dan masih banyak lainnya yang melanggar etika dalam
bisnis.
3. Ada beberapa faktor yang menyebabkan pembisnis
melakukan pelanggaran etika bisnis salah satu hal tersebut adalah untuk mencapai
keuntungan yang sebanyak-banyaknya, tanpa memikirkan dampak buruk yang terjadi
selanjutnya. Dan faktor-faktor lainnya seperti :
·
Banyaknya
kompetitor baru dengan produk mereka yang lebih menarik.
·
Ingin menambah
pangsa pasar.
·
Ingin menguasai
pasar.
4. Cara mengatasi pelanggaran-pelanggaran etika dalam
bisnis yaitu, berupa :
·
Pengembangan
tanggung jawab social (social responsibility).
·
Menciptakan
persaingan yang sehat.
·
Menumbuhkan
sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan lemah.
·
Konsekuen dan konsisten
dengan aturan main yang telah disepakati.
·
Menumbuh
kembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati.
·
Perlu adanya
sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa
peraturan perundang-undangan.
5.2 Saran
Berdasarkan
kesimpulan diatas, penulis menyarankan agar perusahaan-perusahaan tidak
melanggar etika yang ada dalam bisnis. Dalam hal ini, bagaimana mengusahakan
agar keuntungan yang diperoleh itu wajar-wajar saja, karena yang utama adalah
melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat dengan tidak merugikan pihak-pihak yang
terkait dalam bisnis ini. Agar
pelanggaran tidak terjadi hendaknya melakukan tindak penanganan yang tegas dari
pemerintahan.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.Dr. Sondang
P.Siagian, MPA. 1996. Etika Bisnis, Jakarta; PT Pustaka Binaman Pressindo,
DR.A. Sonny
Keraf. 1998. “Etika Bisnis; tuntutan dan
Relevansinya” Jakarta; Penerbit Kanisius.
De George,
Ricarhard T. 1986. Busness Ethics, Ke-2. New york: MacMillan Pub. Co.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar